Rabu, 01 Februari 2017

Sejuta Kenang di Pulau Dewata

Terkadang memang tidak mudah menjadi seorang pria. Harus tampil sempurna seperti lirik lagu band lokal. Tapi inilah hidup, seberapa kali pun kamu jatuh, kamu harus berdiri kembali dan katakan "Aku tidak apa-apa, sungguh!". Sekalipun memang kenyataan lebih menyakitkan dari yang kita pikirkan. Ini adalah kisah seorang remaja 17 tahun yang menerima kenyataan terpahit dalam hidupnya. Menanggung rasa sakit hati yang jauh melebihi dari apa yang seharusnya ia terima diusia muda.

My name is Kristo and this is my story....

(It's been years now; via dailymail.couk)

Sabtu pagi, pukul 5, lagu cadas menusuk gendang telinga. Aku terbangun dari tidur panjangku malam tadi. Setumpukan barang-barang dan koper menyambutku pagi itu. Langsung teringat, inilah hari yang kutunggu sedari kemarin, melepas penat bersama sahabat-sahabat menuju tempat penuh kilau warna, Pulau dewata, Bali. Kusiapkan diriku yang masih lekat dengan kenyamanan pulau kapuk alias kasur. Aliran air hangat membuat jiwa tenang sesaat. Pakaian santai kukenakan, barang bawaan pun mesra di tangan kurusku. Langkah kaki tegar menuju tempat yang dijanjikan.

Matahari pagi masih cukup nyaman untuk ku sembari jalan pagi. Peluh dibadan mengalir seperti air terjun Grand Canyon karena jarak yang cukup jauh. Maklum saja lah, pagi subuh begini mana ada kendaraan umum, kalaupun ada pasti jarang. Akhirnya, sampai juga dititik berkumpul. Banyak teman-teman dan guru yang sudah menunggu. Wajah penuh kegembiraan dapat terlihat jelas dari mereka.

"Kamu di bus depan" ucap seorang guru saat kutanyai keberadaan bus yang akan mengangkutku

Baru saja akan melangkah naik, terpancar sebuah wajah didepanku. Sontak jantung berdegub, kulemparkan senyum pada pemilik wajah itu. Seorang wanita yang namanya secantik sebuah bunga musim panas. Ia membalas senyumku sambil naik ke atas bus. Dia lah yang membuatku semangat setiap hari disekolah, dia lah sang pujaan hati.

(Gunung Batur di Bali)
 
Kuperhatikan terus pesona dari dirinya selama perjalanan itu. Terlebih saat kami berbincang, aku sampai tidak konsentrasi dibuatnya. Seringkali aku salah bicara dan membuat diriku malu. Teman-temanku sudah mulai bosan di bus, namun tidak bagiku.Disaat kami berhenti untuk istirahat atau pun makan, aku selalu ingin dekat dengan dirinya. Namun sayang, sifat pemalu ku kembali timbul disaat yang tidak tepat. Tapi aku merasa sudah cukup dekat dengannya.

Kami menyeberang pulau Jawa menuju Bali menaiki kapal ferry yang sederhana. Diatas kapal, aku teringat salah satu adegan film Titanic dimana peran Jack pertama kali melihat tokoh Rose yang mempesona. Begitulah kira-kira apa yang kurasakan saat ku melihat dirinya diatas kapal Ferry sore itu. Angin laut yang sepoi-sepoi mengibas rambutnya yang panjang indah. Bus kembali melaju seketika kami merapat di pulau Dewata.

30 jam total dijalan terasa seperti satu menit bagiku. Kami tiba di sebuah hotel yang cukup megah dan menawan pada saat malam sudah tiba. Aku pun masuk ke dalam kamar bersama beberapa orang teman untuk menaruh barang bawaan. Diseberang kamar, wanita itu terlihat sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Aku hanya tersenyum lepas ketika kami saling bertemu pandang.

Waktu menunjukan pukul 11. Angin pulau dewata yang kencang menyapu lepas kunciran rambut panjang ku. Apa yang kunantikan akan terjadi esok...Hati kecil pun menimbulkan keraguan. Haruskah aku melakukan hal ini? Aku akan mempertaruhkan segalanya termasuk martabat dan harga diri...jika gagal, aku akan jatuh kedalam jurang rasa malu yang paling dalam...Oh Tuhan apa yang harus kulakukan...

Malam itu aku tidak sanggup memejamkan mata. Seakan takut dengan mimpi apa yang akan aku lihat. Aku tidak pernah merasa hingga seperti ini. Semua berlanjut hingga fajar menyingsing menembus kamar hotelku. Matahari bulan sebelas terasa panas menyengat dikulit. Rombongan mengikuti tour dengan tertib meskipun muka lelah tidak dapat mereka sembunyikan. Hanya aku yang tak mampu tersenyum, terutama saat bertemu wanita pujaan dambaan ku itu. Apakah aku harus membatalkan rencanaku? Oh iya, rencana apa?

Ini Rencanaku....untuk menyatakan apa yang aku rasakan terhadap dirinya...dan teman-temanku menjadi saksinya.

Rombongan kembali menuju bus untuk kembali ke hotel. Inilah saat yang paling mendebarkan. Di dalam bus, pemandu tour menghilangkan rasa bosan dengan membuat suatu permainan adu gombal satu sama lain. Ketika sampai tiba giliranku, dengan gugup aku pun mengeksekusi apa yang telah aku rencanakan sejak jauh-jauh hari. Kumulai dengan kata-kata gombal sesuai aturan permainan nya. Ketika aku bilang bahwa kata-kata ini ditujukan bagi dirinya, Ia langsung menunjukan ekspresi malu yang amat sangat diikuti riuh teman-teman, guru dan bahkan sopir dan kenek bus itu.

"Kamu tahu, apa bedanya kamu dengan lampu jalanan?" tanyaku

"Iya...apa?" jawabnya sambil setengah menutupi wajah nya dengan selendang

"Kalo lampu jalanan menerangi jalan, kamu menerangi jiwa ku yang gelap ini" jawabku

Sontak semua yang ada disana malam itu langsung terbawa suasana dan menyoraki aku yang berdiri ditengah menghadap si wanita. Aku pun melanjutkan nya lagi,

"Dalam kesempatan ini, saya ingin mengatakan sesuatu pada seseorang, yang tentunya sangat berarti bagi saya yakni kamu. Wahai wanita, aku sangat menyukaimu, will you be mine?"

Ia pun tertunduk malu diikuti keriuhan teman-teman dan guru. Mereka pun mulai dengan yel-yel agar Ia menerima ku. Ketika aku mencoba mendekatinya, Ia menangis malu dan berkata,

"Maaf, aku gak cinta sama kamu. Karena aku masih cinta sama teman baik kamu...Kita teman aja ya"

Ahh Not Again..

Mereka yang tadi nya ramai langsung padam seketika ketika mendengar hal itu...Aku langsung tertunduk tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Ouh, dengan cara seperti ini pun aku tetap...gagal total. Aku kembali ke tempatku duduk diiringi musik lokal yang terkenal saat itu.

Kenapa hatiku cenat cenut tiap ada kamu...

Setelah itu...
Aku langsung berlari menuju kamar dan mengunci nya. Aku terus berharap agar aku terbangun dari mimpi buruk ini. Namun aku sadar bahwa semua ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan! Aku telah melakukannya, dan aku gagal. Sisa hari di pulau Dewata pun terasa tidak nyaman. Tour serasa sangat hambar. Dan saat itu, aku harus bersiap menghadapi dampak sosial yang akan timbul setelahnya.

But you know what? It still hurt until now...the Wound still here inside me!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar